Karawang, 28-9-2016
Oleh Masykur H Mansyur
Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang
A.
Pendahuluan
Tentang masa depan, dewasa ini ditandai dengan berbagai kemajuan di
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta derasnya informasi dan
telekomunikasi. Tuntutan kepada guru kedepan, disamping menguasai ilmu
pengetahuan juga harus “melek” terhadap informasi dan telekomunikasi. Belum
lagi masalah-masalah keterampilan yang perlu guru punyai untuk menghadapi
murid-murid yang berasal dari berbagai latar belakang. Karena itu upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia
terus-menerus dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan yang
dilakukan. Seperti meningkatkan pendidikan bagi guru, baik melalui kuliah S.1,
S.2, S.3 dan/atau dengan Pendidikan dan pelatihan lainnya. Termasuk juga di dalamnya pembinaan dan pengembangan visi
keprofesionalannya maupun jiwa dan semangat juangnya.
Tuntutan masyarakat kepada
sekolah/madrasah tentang mutu pendidikan kini telah berubah. Pendidikan, dalam
hal ini sekolah/madrasah sekarang ini bukan lagi merupakan tuntutan sosial
semata, melainkan sudah menjadi semacam “harapan yang cukup tinggi” bagi masa
depan. Keinginan tersebut bukan lagi pada apakah sekolah/madrasah tersebut
negeri atau swasta,tetapi terlebih kepada gurunya. Sekolah/madrasah yang
memiliki guru-guru yang berkualitas tinggi, tentu akan mendorong orang tua
untuk memasukkan anak-anaknya pada lembaga pendidikan tersebut, walaupun para
orang tua mengeluarkan biaya yang tinggi. Pihak lembagapun akan mengeluarkan
biaya tinggi untuk membayar guru-guru yang berkualitas.
Disamping itu, ada masalah klasik
lainnya yang berkaitan dengan guru yaitu gaji guru, “gaji yang kecil”. Sudah
kecil gajinya, tapi masih dipotong untuk berbagai alasan. Belum lagi
keterlambatan dan kenaikannya, dan berbagai kisah sedih lainnya yang dialami
guru.
B.
Tugas
Guru
Pertanyaannya adalah mengapa tugas guru itu
berat?.Hal ini dapat dipahami karena dari zaman dulu sampai sekarang bahkan
sampai kapanpun tugas guru itu pada umumnya adalah mengajar, mendidik dan
membimbing peserta didik untuk menyosong masa depan yang lebih baik. Beratnya
tugas guru [baca pendidik] sebagaimana dalam pasal 39 ayat [2] bahwa pendidik
merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Belum lagi mempersiapkan rencana
pembelajaran.
Tugas
guru bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan semata kepada orang lain dalam hal
ini murid, tapi guru juga bertanggung jawab atas pengelolaan, pengarahan dan
perencanaan. Oleh karena itu tugas guru dalam pendidikan mencaku berbagai aspek
sebagai berikut:
a.
Sebagai
instruksional (pengajar) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang sudah disusun, serta mengahiri dengan pelaksanaan
penilaian setelah program dilakukan.
b.
Sebagai
educator (pendidik) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan
kepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.
Sebagai
manajerial (pemimpin) yang memimpin, mengendalikan pada diri sendiri, peserta
didik dan masyarakat yang terkait terhadap berbagai masalah yang menyangkut
upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi
atas program pendidikan yang dilakukan.[1]
Tantangan yang dihadapi guru adalah
tanggung jawabnya yang besar dalam pendidikan.
Tanggung
jawab sekolah sekarang lebih besar dari pada zaman dahulu karena guru di
sekolah harus mengambil alih sebagian tugas mendidik yang tadinya dilakukan
oleh orang tua di rumah. Pada tingkat ekstrem, tatkala rumah tidak lagi
menjalankan fungsinya sebagai tempat pendidikan, maka seluruh tugas rumah
tangga itu harus diambil alih sekolah. Ini tidak boleh tidak, bila sekolah
tetap berfungsi sebagai lembaga pendidikan memanusiakan manusia..[2].
RH.
Hanat dalam A.Malik Fadjar mengatakan, sebagai kepala sekolah harus memaklumi
terhadap semakin menurunnya kalangan guru dalam mengemban tugas keguruannya.
Malahan hampir-hampir bisa dikatakan hilang. Maka sebutan gurupun sepertinya
menjadi kurang tepat. Mengapa? Karena mereka rata-rata lebih banyak hanya
sebagai pengajar. Padahal fungsi guru lebih dari sekedar mengajar. Guru itu
fungsinya mengajar, mendidik dan membimbing. Bagaimana bisa disebut sebagai
guru, kalau sifat-sifat membimbing dan mendidiknya sudah tidak menyatu[3].
Dengan demikian tugas yang seharusnya dikerjakan oleh seorang guru
tidak hanya sekedar mengajar dan mendidik murid sampai pintar saja, tapi guru
juga harus punya karakter dan jiwa mendidik muridnya untuk membantu membentuk
karakter anak didiknya. Disamping itu juga seorang guru seharusnya bisa
mengenal secara detail kepribadian dan kemampuan anak didiknya. Pendekatan detail dan personal tentang anak
didiknya itu akan membantu para guru meningkatkan kemampuan anak didik dari
berbagai segi. Artinya, jangan hanya sekadar melihat prestasi akademik yang
bagus, si anak bisa naik kelas, tetapi tak ditunjang dengan kepribadian dan
karakter diri yang baik. Mau tak mau, guru juga punya tanggung jawab untuk
membentuk budi pekerti dan kepribadian anak.
Karena tugasnya yang begitu berat, maka seorang gurupun dituntut
untuk mempunyai sifat-sifat yang baik;
seperti mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak,
berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main, tidak bermuka masem,
sopan santun. Juga seorang guru memiliki sifat teliti, sabar, telaten dan
memiliki akhlak yang terpuji.
Tuntutan itu semakin berat karena tugas guru pada hakekatnya untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik dan membiasakan kepada mereka
kebiasaan yang baik dan sifat-sifat yang mulia. Karenanya orang yang ditiru
hendaklah menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan berakhlak yang
terpuji sehingga meninggalkan kesan yang baik bagi murid-muridnya, sehingga
akhirnya tertanam dalam jiwa murid sifat-sifat kebaikan yang pernah dilihat dan
dirasakannya.
Disamping tugas pokok guru seperti disebutkan diatas, hemat penulis
guru sekarang hendaknya mendapatkan tugas tambahan. Mengingat maraknya narkoba,
free sex dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) Tugas tambahan
tersebut yaitu menyinggung tentang betapa besar bahaya yang ditimbulkan akibat
dari perilaku menyimpang dimaksud. Jangan sampai perilaku tersebut menimpa pada
murid-muridnya.
1.
Bahaya
Narkoba.
Peredaran narkoba sudah semakin memprihatinkan dan meresahkan
kalangan bangsa ini, sudah banyak oknum yang terjerat barang haram tersebut.
Termasuk di dalamnya ada oknum penegak hukum, oknum politisi, oknum dari
birokrat, oknum pelajar dan mahasiswa, oknum ibu rumah tangga dan sebagainya.
Narkoba
sudah masuk pada berbagai lembaga,
di TNI ada yang terkena, Polri ada yang terkena, di Perguruan Tinggi termasuk
pondok pesantren juga ada yang terkena, kata Khofifah Indar Parawansa dalam
deklarasi dan ikrar laskar anti narkoba Pengurus Wilayah dan Cabang Muslimat NU
di Provinsi Banten, di Pesantren Al-Mubarok Kota Serang, Sabtu (23/4 2016).[4]
Ada sebagian
orang berpendapat bahwa situasi negara saat ini dalam kondisi darurat
narkoba, sehingga para peserta didik membutuhkan bimbingan bukan
hanya pengetahuan kedisiplinan ilmunya semata, akan tetapi juga
masalah-masalah antisipasi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
terlarang lainnya. Hal ini perlu disampaikan oleh guru kepada muridnya tentang
berbagai macam bahaya-bahaya yang ditimbulkannya.
Asrorun
Ni’am Sholeh
ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada suatu kesempatan
mengatakan tidak memiliki angka pasti anak Indonesia yang tersangkut kasus
narkoba. Namun, fakta di lapangan, tuturnya, kasus anak yang terjerat narkoba
terus meningkat.
Kompas
7 Maret 2013, di DKI Jakarta, berdasarkan catatan Direktorat Reserse Narkoba
Polda Metro Jaya, Jumlah penggunan Napza di kalangan remaja dalam tiga tahun
terakhir terus naik. Pada tahun 2011, siswa SMP pengguna Napza berjumlah 1.345
orang. Tahun 2012 naik menjadi 1.424 orang, sedangkan pengguna pada Napza baru pada Januari – Februari 2013
tercatat 262 orang. Di kalangan SMA, pada 2011 tercatat 3.187 orang, tahun
berikutnya menjadi 3.410 orang. Adapun kasus baru tahun 2013 tercatat 519
orang.
Kepala
Bagian Pengawasan dan Pengendalian Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Sri Hastuti
mengatakan, kerentanan remaja dipengaruhi faktor lingkungan. Kondisi mental
remaja yang biasanya ingin tahu dan labil, jika ditambah pergaulan yang tidak
sehat, bisa menjerumuskan mereka ke praktik penyalahgunaan napza.[5].
Karena
situasi negara saat ini dalam kondisi darurat Narkoba, sehingga guru disekolah
bukan hanya memberikan pengetahuan kedisiplinan secara teoritis saja, tapi juga
masalah-masalah mengantisipasi bahaya penyalahgunaan Narkoba dan obat terlarang.
2.
LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Ada
sementara orang yang menyatakan orientasi seksual adalah sesuatu yang unik
sehingga harus ditanggapi dengan bijaksana pada setiap orang. Karena orientasi
seks ini menyangkut kejiwaan seseorang sebaiknya berhati-hati dalam
menyikapinya. Lain halnya dengan Adian Husaini, bahwa persoalan homo seksual
bukanlah persoalan kodrat manusia, tapi menyangkut masalah orientasi dan
praktik seksual sesama jenis. Kodrat bahwa seseorang berpotensi sebagai ‘homo’
atau ‘lesbi’ adalah anugerah dan ujian Tuhan.[6]
Sekarang ini geliat LGBT semakin nyata,
hal ini ditandai dengan adanya aplikasi khusu bagi kaum gay supaya dengan mudah
mempromosikan kegiatannya. Hal ini bisa dimaklumi karena “kaum LGBT dan
pendukungnya, memang sedang bergerak secara sistematis untuk memperjuangkan
pengesahan perkawinan sejenis di Indonesia. Salah satu gerakkan itu, misalnya
mengusung jargon indah ‘Indonesia tanpa Diskriminasi’. Gerakkan ini secara
terbuka memperjuangkan pengesahan legalisasi perkawinan sesama jenis,
sebagaimana di AS”.[7]
Dan syukur
Alhamdulillah aplikasi tersebut sudah dicabut oleh Kementerian Kominfo.
Menteri
Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) mengatakan, “kalau orang terlahir
mempunyai kelainan, terlahir laki-laki tetapi mempunyai katakanlah jiwanya
wanita, itu hak asasi manusia yang harus kita lindungi. Tetapi mempromosikan
untuk mengikuti gaya hidup mereka jelas bertentangan dengan norma agama, norma
psikologis, kesehatan dan sebagainya”.[8]
Dalam
ajaran Islam penyaluran seksual sesama jenis merupakan dosa yang sangat
dikecam, dan dinyatakan sebagai kaum yang bodoh. Al-Qur’an surat an Naml 27
[55].
أَئِنَّكُمۡ
لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ
تَجۡهَلُونَ ٥٥
"Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk
(memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum
yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)".
Hamka menyebut ini dia penyakit yang sangat
jahat itu. Sudah menjadi semacam penyakit. Mereka tidak lagi bersyahwat melihat
tubuh perempuan, tapi telah bangkit syahwat mereka melihat tubuh sesamanya
laki-laki[9].
3.
Free
Sex.
Al-Qur’an surah
al-Isra 17 [32]
وَلَا
تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
Dan suatu jalan yang buruk
Rasul bersabda:
apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu
telah menghalalkan turunnya adzab Allah atas mereka sendiri (HR Tabrani dan al-Hakim).
Dalam
pandangan Islam, zina adalah perbuatan kriminal kelas berat, dan kejahatan yang
sangat serius, sehingga segala hal yang menjurus ke-arah zina, yang mendekati
zina, wajib ditutup. Karena di mata Islam zina dipandang sebagai kejahatan
serius, maka segala hal yang menjurus kepada zina, sudah semestinya tidak
diizinkan. Termasuk kebebasan berekspresi yang mempromosikan perbuatan zina.
Islam memandang bahwa zina adalah sumber kehancuran masyarakat, sebagaimana
dijelaskan oleh al_Qur’an dan Hadits Rasulullah saw.
C.
Tantangan
Guru Kedepan.
Guru diyakini sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat
keberhasilan anak didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan
dan teknologi serta internalisasi nilai etika, moral dan agama. Adalah Thomas
Lickona seorang professor pendidikan di Cortland University. Ia merupakan
Mantan presiden Asosiasi Pendidikan Moral, anggota Dewan untuk Karakter
Kemitraan Pendidikan, dan penulis delapan buku tentang pengembangan karakter,
ia berbicara di seluruh dunia pada pengembangan nilai-nilai moral dan
pengembangan karakter. Sebagaimana dikutip oleh Ratna Megawangi
menyatakan ada 10 tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena kalau
tanda-tanda itu sudah ada berarti suatu bangsa sedang menuju jurang kehancuran.
Adapun tanda-tanda zaman dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan
remaja,
2. Penggunaan kata-kata dalam bahasa
yang memburuk.
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam
tindakan kekerasan.
4. meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba,
alcohol, dan sex bebas sebagai biang penyakit HIV.
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik
dan buruk.
6. Menurunnya etos kerja.
7. semakin rendahnya rasa hormat kepada
orangtua dan guru.
8. Rendahnya rasa tanggungjawab.
9. Membudayanya tindakan (perilaku)
tidak jujur.
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian
diantara sesama,[10].
Apa yang harus dilakukan jika semua
hal tersebut ada pada Bangsa Kita?. Mampukah kita memberikan pengertian kepada
anak didik kita tentang berbagai akibat dari peristiwa tersebut. Mampukah kita
mengembalikan citra Bangsa menjadi bangsa yang maju, penuh damai, menjadikan
pemimpin orang yang dipercaya dan patut dicontoh, meningkatnya etos kerja yang
disertai dengan rasa tanggung jawab. Sebagai guru yang penuh loyalitas dan
dedikasi yang tinggi untuk membina anak didik kita sebagai penerus
bangsa dengan pembekalan yang lebih positif dan mencapai masa depan mereka
lebih baik. Menghindarkan mereka dari perusakan diri dan menurunnya moral
terhadap orang-orang sekitarnya.
Daniel H Pink sebagaiaman dikutip
Zulfikri Anas dalam Republika “Guru Sang Pembelajar” menyebutkan masa depan
(abad ke 21 menuju abad ke 22) sebagai era konseptual yang membutuhkan
kemampuan high concept (berpikir tingkat tinggi) dan high touch
(sentuhan tingkat tinggi. Orang yang bisa eksis di abad itu adalah mereka yang
tidak lagi mengandalkan pola pikir linier karena pola piker linier hanya mampu
menyelesaikan persoalan sederhana[11].
Setali tiga uang dengan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhajir Effendy pada acara “Porseni PGRI (21 sampai dengan 25 Agustus 2016)
mengatakan bahwa tantangan guru masa depan adalah memenuhi kompetensi abad 21,
yaitu mampu berpikir kritis atau critical thinking, mampu berkomunikasi
dengan baik dengan para pemangku kepentingan pendidikan melalui berbagai
perangkat media. Selain itu guru juga harus mengikuti perkembangan teknologi
informasi, mampu berkreasi dalam mempersiapkan materi belajar yang menyenangkan
dan mampu berkolaborasi dalam proses pembelajaran. Dia juga mengatakan guru harus
bisa menjadi pembelajar, mau terus belajar dan mengembangkan diri. Guru yang
memiliki kemauan kuat untuk terus belajar dan berkarya akan menghasilkan
generasi pembelajar sepanjang hayat yang dapat meberikan kontribusi yang
terbaik bagi masyarakat di sekelilingnya. Dia berharap Indonesia menjadi bangsa
yang berbudaya, cerdas, bermutu, berkarakter dan mampu meningkatkan daya saing
dalam era globalisasi[12].
Memperhatikan
pandangan Mendikbud dan Daniel H Pink tersebut di atas tidaklah berlebihan
apabila para pemerhati pendidikan senantiasa mengarahkan perhatiannya pada
persoalan guru dan keguruan. Tentang masa depan sekarang ini sebagaimana
Mendikbud Muhajir Effendy, cirinya adalah ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta derasnya informasi. Oleh karena itu kualitas
guru harus terus ditingkatkan. Karena pendidikan harus berorientasi pada masa
depan. Hal ini pernah diungkapkan oleh Alvin Toffler “education must shift
in to the future tense” (pendidikan harus berorientasi pada perubahan masa
depan)[13].
Dalam
sebuah hadits dikatan bahwa;
علموا أولادكم على عقولهم فإنهم مخلوقون لزمان غير زمانكم (الحديث)
Artinya didiklah anak-anakmua sesuai
dengan zamannya, karena mereka anak zaman, bukan zaman ketika kamu didik.
Itulah sebabnya agar guru tetap survive,
maka belajar dan terus belajar untuk mengembangkan dirinya sehingga tidak
tertinggal dengan kemajuan yang ada.
“Jika guru sudah berhenti belajar,
sesungguhnya profesi guru itu sudah mati. Guru harus dipacu untuk memiliki
semangat yang tinggi, kalau guru sudah berhenti belajar sesungguhnya profesi
guru itu sudah mati”. Demikian
Darmaningtiyas pemerhati pendidikan.[14].
Terkait tuntutan kehidupan masa depan,
Deklarasi Forum Ekonomi Dunia ((WEF) dapat dijadikan salah satu rujukan. Ada 10
skills terpenting yang menentukan
kesuksesan hidup dan perlu dimiliki peserta didik, yaitu; 1). Kemampuan
menyelesaikan masalah yang kompleks, 2). Berpikir kritis, 3). Kreatif mengelola
sumber daya manusia, 4). Berkoordinasi dengan sesama, 5). Kecerdasan emosional,
6). Justifikasi, 7). pengambilan keputusan, 8). Berorientasi pada pemberian
layanan, 9). Negosiasi, dan 10). Berpikir fleksibel.[15].
D.
Gaji
Guru.
Sebagai ilustrasi diceritakan oleh pak A.Malik Fadjar tentang
kenaikan gaji pokonya sebagai berikut;
Sebagai seorang
yang lebih dari 36 tahun tetap setia menggeluti”profesi” guru, tiba-tiba saya
terperangah dengan lengkingan suara anak perempuan saya yang bekerja di salah
satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasalnya, ketika itu ia sedang membaca
surat pemberitahuan tentang kenaikan gaji berkala dari gaji pokok sebesar…..
Mengapa anak
saya melengking?. Bukankah mestinya merasa bahagia lantaran ayah tercintanya,
meningkat gaji pokoknya?. Memang begitu seharusnya. Tetapi nampaknya ia tidak
percaya, bahwa ayahnya yang sudah guru besar dengan masa kerja lebih dari 36
tahun, ternyata gaji pokoknya lebih rendah dari dirinya yang bekerja di BUMN
dengan masa kerja kurang dari satu tahun dan masih berstatus sebagai calon
pegawai[16].
Ada beberapa pertanyaan tentang
kaitannya dengan kesejahteraan para guru di negeri tercinta Indonesia ini.
Seberapa puaskah para pendidik di sektor pendidikan, mulai dari guru hingga
dosen terhadap profesi mereka saat ini?. Dan berapa jumlah rata-rata gaji yang
diperoleh tiap bulannya?. Apakah mereka puas dengan kondisi seperti itu?.
Adalah lembaga Jobplanet.com melakukan survey sejak Aril 2015 sampai Agustus
2016.
Dalam riset ini Jobplanet menganalisis informasi gaji dari 3.473 responden
yang berprofesi sebagai tenaga kerja pendidik, mereka adalah dosen, guru taman
kanak-kanak (TK) guru SD, guru SMP, guru SMA, guru privat ataupun guru kursus
bahasa asing.
Lembaga-lembaga
yang masuk dalam industri tersebut meliputi sekolah, universitas, perguruan
tinggi, hingga lembaga-lembga kursus dan pelatihan. Beberapa faktor yang
diperhitungkan dalam mengnalisis tingkat kepuasan karyawan di industri
pendidikan yakni jenjang karier, gaji, tunjangan, work-life balance, budaya
perusahaan serta faktor manajemen. Dari hasil riset itu terungkap bahwa gaji
rata-rata yang diperoleh dosen di Indonesia adalah Rp 3.326.700 per bulan.
Sementara itu, gaji rata-rata yang diperoleh guru TK adalah Rp 2.292.200 per
bulan, guru SD hingga SMA sebesar Rp 2.530.350 per bulan, guru privat Rp
2.188.500 per bulan, dan guru kursus bahasa asing sebesar Rp 2.656.300 per
bulan.[17].
Angka tersebut menurut
Kemas Antonius Chief Product Officer Jobplanet di Indonesia dihitung dari
rata-rata gaji bersih yang diterima setiap bulan, dan belum termasuk bonus dan
tunjangan.
Masih
dalam hasil penelitian ini, bahwa tingkat kepuasan yang dilakukan terhadap
6.250 pekerja di industri pendidikan yang tersebar di Indonesia dari sektor
pendidikan, faktor gaji dan tunjangan mendapat penilaian paling rendah dari
para karyawan, sementara faktor budaya perusahaan mendapatkan penilaian paling tinggi,
namun penilaian tersebut masih cukup jauh dari angka tertinggi yakni sebesar
5,0 yang mewakili penilaian sangat puas.
Menurut Andreas Tamba (Sekjen Komnas
Pendidikan), penghasilan guru swasta di Indonesia masih jauh dari harapan.
Rata-rata gaji guru swasta dari satu sekolah di Jakarta hanya mencapai Rp. 1,5
juta, sementara upah minimum di DKI sebesar Rp. 3 juta. Guru swasta di Ibu Kota
terpaksa harus mengajar di dua sekolah, bahkan harus ditambah dengan mengajar
les di luar jam sekolah. Dari dua sekolah plus les mereka bisa mendapatkan Rp.
4 juta lebih. Namun, mobilitas mereka tinggi sehingga uang sebanyak itu
kemungkinan habis untuk operasional.
Dengan
terungkapnya hasil riset ini setidaknya dapat memberikan informasi dan wawasan
kepada banyak orang mengenai industri pendidikan serta kehidupan karier bagi
guru dan pendidik di Indonesia. Dan akan semakin banyak orang yang memahami dan
menghargai profesi guru dan pendidik, karena bukan tanpa alasan mereka mendapat
predikat sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini, LGBT di Indonesia
Perkemabngan dan Solusinya, Jakarta, INSISTS, tt,
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami. Integrasi Jasmani,
Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Sosdakarya, Cet.
III, 2008.
Darmaningtyas, dalam Republika, Hari Guru Nasional, 25
September 2015, diunduh Selasa 27 September 2016, 16:14
Dyah Ratna Meta Novia dan Andi Nur Aminah, Republika online, Ini
Tantangan Guru Masa Depan Versi Mendikbud, Selasa 23 Agustus 2016. Di unduh
25 Agustus 2016. 2:26 PM.
Dyah Ratna Meta Novia,Republika, 3
Mei 2016, Survei: Gaji Pendidik Belum Memuaskan.
H.A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Ed.
Mustofa Syarif, Juanda Abubakar), Jakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan
Penyusunan Naskah Indonesia, 1998.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 6,
Jakarta: GIP, 2015.
Home Khazanah Dunia Islam, Khofifah
Ingatkan Bahaya Narkoba Menyusup ke Pesantren, Republika 20 April 2016.
Kompas Com News. Pengguna Narkoba di Kalangan Remaja Meningkat,
(7 Maret 2013). Diunduh Senin 26 September 2016 pukul 19.50 WIB.
NK. Rustiyah, Masalah-masalah
Ilmu Keguruan, Jakarta, Bina Aksara, 1982.
Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter Isu-isu
Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2007, hlm. 57
Rudiantara, dalam Republika Online, Pemerintah Resmi Minta
Google Blokir Situs dan Aplikasi Gay, Jum’at 16 September 2016, diunduh
Selasa, 27 September 2016, pukul 16:29 Wib.
Zulfikri Anas (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan
Perguruan al-Iman Citayam Bogor), Guru Sang Pembelajar, Republika,
Selasa 27 September 2016.
Zulfikri Anas, (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan
Perguruan al-Iman, Citayam Bogor, Republika, Guru Sang Pembelajar, Selasa 27 September 2016.
[1] NK. Rustiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta, Bina
Aksara, 1982, hlm. 86
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami. Integrasi Jasmani,
Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Sosdakarya, Cet.
III, 2008, hlm. 174.
[3] H.A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Ed.
Mustofa Syarif, Juanda Abubakar), Jakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan
Penyusunan Naskah Indonesia, 1998, hlm. 210-111.
[4] Home
Khazanah Dunia Islam, Khofifah Ingatkan Bahaya Narkoba Menyusup ke
Pesantren, Republika 20
April 2016.
[5] Kompas Com News. Pengguna Narkoba di Kalangan Remaja Meningkat,
(7 Maret 2013). Diunduh Senin 26 September 2016 pukul 19.50 WIB.
[6] Adian Husaini, LGBT di Indonesia Perkemabngan dan Solusinya,
Jakarta, INSISTS, tt, hlm. 106
[7] Adian Husaini, LGBT di Indonesia Perkembangan dan Solusinya,
Jakarta, INSISTS, tt, hlm, 28.
[8] Rudiantara, dalam Republika Online, Pemerintah Resmi Minta
Google Blokir Situs dan Aplikasi Gay, Jum’at 16 September 2016, diunduh
Selasa, 27 September 2016, pukul 16:29 Wib.
[9] Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 6, Jakarta: GIP, 2015, hlm. 532
[10] Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter Isu-isu
Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2007, hlm. 57
[11] Zulfikri Anas (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan
Perguruan al-Iman Citayam Bogor), Guru Sang Pembelajar, Republika,
Selasa 27 September 2016.
[12] Republika online, Dyah Ratna Meta Novia dan Andi Nur Aminah, Ini
Tantangan Guru Masa Depan Versi Mendikbud, Selasa 23 Agustus 2016. Di unduh
25 Agustus 2016. 2:26 PM.
[13] A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, ….., hlm.
213.
[14] Darmaningtyas, dalam Republika, Hari Guru Nasional, 25
September 2015, diunduh Selasa 27 September 2016, 16:14
[15] Zulfikri Anas, (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan
Perguruan al-Iman, Citayam Bogor, Republika, Guru Sang Pembelajar, Selasa 27 September 2016.
[16] A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam Indonesia…..hlm.
210.
[17] Republika, 3 Mei 2016, Dyah Ratna Meta Novia, Survei: Gaji
Pendidik Belum Memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar