Rabu, 28 September 2016

Guru dan Tantangan Perubahan


Karawang, 28-9-2016

GURU DAN TANTANGAN PERUBAHAN  
                                
Oleh Masykur H Mansyur
Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang

A.      Pendahuluan
Tentang masa depan, dewasa ini ditandai dengan berbagai kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta derasnya informasi dan telekomunikasi. Tuntutan kepada guru kedepan, disamping menguasai ilmu pengetahuan juga harus “melek” terhadap informasi dan telekomunikasi. Belum lagi masalah-masalah keterampilan yang perlu guru punyai untuk menghadapi murid-murid yang berasal dari berbagai latar belakang. Karena itu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia terus-menerus dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan yang dilakukan. Seperti meningkatkan pendidikan bagi guru, baik melalui kuliah S.1, S.2, S.3 dan/atau dengan Pendidikan dan pelatihan lainnya. Termasuk juga di dalamnya pembinaan dan pengembangan visi keprofesionalannya maupun jiwa dan semangat juangnya.
Tuntutan masyarakat kepada sekolah/madrasah tentang mutu pendidikan kini telah berubah. Pendidikan, dalam hal ini sekolah/madrasah sekarang ini bukan lagi merupakan tuntutan sosial semata, melainkan sudah menjadi semacam “harapan yang cukup tinggi” bagi masa depan. Keinginan tersebut bukan lagi pada apakah sekolah/madrasah tersebut negeri atau swasta,tetapi terlebih kepada gurunya. Sekolah/madrasah yang memiliki guru-guru yang berkualitas tinggi, tentu akan mendorong orang tua untuk memasukkan anak-anaknya pada lembaga pendidikan tersebut, walaupun para orang tua mengeluarkan biaya yang tinggi. Pihak lembagapun akan mengeluarkan biaya tinggi untuk membayar guru-guru yang berkualitas.
Disamping itu, ada masalah klasik lainnya yang berkaitan dengan guru yaitu gaji guru, “gaji yang kecil”. Sudah kecil gajinya, tapi masih dipotong untuk berbagai alasan. Belum lagi keterlambatan dan kenaikannya, dan berbagai kisah sedih lainnya yang dialami guru.

B.       Tugas Guru
 Pertanyaannya adalah mengapa tugas guru itu berat?.Hal ini dapat dipahami karena dari zaman dulu sampai sekarang bahkan sampai kapanpun tugas guru itu pada umumnya adalah mengajar, mendidik dan membimbing peserta didik untuk menyosong masa depan yang lebih baik. Beratnya tugas guru [baca pendidik] sebagaimana dalam pasal 39 ayat [2] bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Belum lagi mempersiapkan rencana pembelajaran.
Tugas guru bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan semata kepada orang lain dalam hal ini murid, tapi guru juga bertanggung jawab atas pengelolaan, pengarahan dan perencanaan. Oleh karena itu tugas guru dalam pendidikan mencaku berbagai aspek sebagai berikut:
a.    Sebagai instruksional (pengajar) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang sudah disusun, serta mengahiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
b.    Sebagai educator (pendidik) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan kepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.    Sebagai manajerial (pemimpin) yang memimpin, mengendalikan pada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[1]
Tantangan yang dihadapi guru adalah tanggung jawabnya yang besar dalam pendidikan.
Tanggung jawab sekolah sekarang lebih besar dari pada zaman dahulu karena guru di sekolah harus mengambil alih sebagian tugas mendidik yang tadinya dilakukan oleh orang tua di rumah. Pada tingkat ekstrem, tatkala rumah tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai tempat pendidikan, maka seluruh tugas rumah tangga itu harus diambil alih sekolah. Ini tidak boleh tidak, bila sekolah tetap berfungsi sebagai lembaga pendidikan memanusiakan manusia..[2].
RH. Hanat dalam A.Malik Fadjar mengatakan, sebagai kepala sekolah harus memaklumi terhadap semakin menurunnya kalangan guru dalam mengemban tugas keguruannya. Malahan hampir-hampir bisa dikatakan hilang. Maka sebutan gurupun sepertinya menjadi kurang tepat. Mengapa? Karena mereka rata-rata lebih banyak hanya sebagai pengajar. Padahal fungsi guru lebih dari sekedar mengajar. Guru itu fungsinya mengajar, mendidik dan membimbing. Bagaimana bisa disebut sebagai guru, kalau sifat-sifat membimbing dan mendidiknya sudah tidak menyatu[3].
Dengan demikian tugas yang seharusnya dikerjakan oleh seorang guru tidak hanya sekedar mengajar dan mendidik murid sampai pintar saja, tapi guru juga harus punya karakter dan jiwa mendidik muridnya untuk membantu membentuk karakter anak didiknya. Disamping itu juga seorang guru seharusnya bisa mengenal secara detail kepribadian dan kemampuan anak didiknya.  Pendekatan detail dan personal tentang anak didiknya itu akan membantu para guru meningkatkan kemampuan anak didik dari berbagai segi. Artinya, jangan hanya sekadar melihat prestasi akademik yang bagus, si anak bisa naik kelas, tetapi tak ditunjang dengan kepribadian dan karakter diri yang baik. Mau tak mau, guru juga punya tanggung jawab untuk membentuk budi pekerti dan kepribadian anak.
Karena tugasnya yang begitu berat, maka seorang gurupun dituntut untuk mempunyai sifat-sifat yang baik;  seperti mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main, tidak bermuka masem, sopan santun. Juga seorang guru memiliki sifat teliti, sabar, telaten dan memiliki akhlak yang terpuji.
Tuntutan itu semakin berat karena tugas guru pada hakekatnya untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik dan membiasakan kepada mereka kebiasaan yang baik dan sifat-sifat yang mulia. Karenanya orang yang ditiru hendaklah menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan berakhlak yang terpuji sehingga meninggalkan kesan yang baik bagi murid-muridnya, sehingga akhirnya tertanam dalam jiwa murid sifat-sifat kebaikan yang pernah dilihat dan dirasakannya.
Disamping tugas pokok guru seperti disebutkan diatas, hemat penulis guru sekarang hendaknya mendapatkan tugas tambahan. Mengingat maraknya narkoba, free sex dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) Tugas tambahan tersebut yaitu menyinggung tentang betapa besar bahaya yang ditimbulkan akibat dari perilaku menyimpang dimaksud. Jangan sampai perilaku tersebut menimpa pada murid-muridnya.
1.      Bahaya Narkoba.
Peredaran narkoba sudah semakin memprihatinkan dan meresahkan kalangan bangsa ini, sudah banyak oknum yang terjerat barang haram tersebut. Termasuk di dalamnya ada oknum penegak hukum, oknum politisi, oknum dari birokrat, oknum pelajar dan mahasiswa, oknum ibu rumah tangga dan sebagainya.
Narkoba sudah masuk pada berbagai lembaga, di TNI ada yang terkena, Polri ada yang terkena, di Perguruan Tinggi termasuk pondok pesantren juga ada yang terkena, kata Khofifah Indar Parawansa dalam deklarasi dan ikrar laskar anti narkoba Pengurus Wilayah dan Cabang Muslimat NU di Provinsi Banten, di Pesantren Al-Mubarok Kota Serang, Sabtu (23/4 2016).[4]
Ada sebagian orang berpendapat bahwa situasi negara saat ini dalam kondisi darurat narkoba, sehingga para peserta didik membutuhkan bimbingan bukan hanya pengetahuan kedisiplinan  ilmunya semata, akan tetapi juga masalah-masalah antisipasi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Hal ini perlu disampaikan oleh guru kepada muridnya tentang berbagai macam bahaya-bahaya yang ditimbulkannya.
Asrorun Ni’am Sholeh ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada suatu kesempatan mengatakan tidak memiliki angka pasti anak Indonesia yang tersangkut kasus narkoba. Namun, fakta di lapangan, tuturnya, kasus anak yang terjerat narkoba terus meningkat. 
Kompas 7 Maret 2013, di DKI Jakarta, berdasarkan catatan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Jumlah penggunan Napza di kalangan remaja dalam tiga tahun terakhir terus naik. Pada tahun 2011, siswa SMP pengguna Napza berjumlah 1.345 orang. Tahun 2012 naik menjadi 1.424 orang, sedangkan pengguna  pada Napza baru pada Januari – Februari 2013 tercatat 262 orang. Di kalangan SMA, pada 2011 tercatat 3.187 orang, tahun berikutnya menjadi 3.410 orang. Adapun kasus baru tahun 2013 tercatat 519 orang.

Kepala Bagian Pengawasan dan Pengendalian Direktorat Reserse Narkoba Polda  Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Sri Hastuti mengatakan, kerentanan remaja dipengaruhi faktor lingkungan. Kondisi mental remaja yang biasanya ingin tahu dan labil, jika ditambah pergaulan yang tidak sehat, bisa menjerumuskan mereka ke praktik penyalahgunaan napza.[5].
Karena situasi negara saat ini dalam kondisi darurat Narkoba, sehingga guru disekolah bukan hanya memberikan pengetahuan kedisiplinan secara teoritis saja, tapi juga masalah-masalah mengantisipasi bahaya penyalahgunaan Narkoba dan obat terlarang.

2.      LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Ada sementara orang yang menyatakan orientasi seksual adalah sesuatu yang unik sehingga harus ditanggapi dengan bijaksana pada setiap orang. Karena orientasi seks ini menyangkut kejiwaan seseorang sebaiknya berhati-hati dalam menyikapinya. Lain halnya dengan Adian Husaini, bahwa persoalan homo seksual bukanlah persoalan kodrat manusia, tapi menyangkut masalah orientasi dan praktik seksual sesama jenis. Kodrat bahwa seseorang berpotensi sebagai ‘homo’ atau ‘lesbi’ adalah anugerah dan ujian Tuhan.[6]
      Sekarang ini geliat LGBT semakin nyata, hal ini ditandai dengan adanya aplikasi khusu bagi kaum gay supaya dengan mudah mempromosikan kegiatannya. Hal ini bisa dimaklumi karena “kaum LGBT dan pendukungnya, memang sedang bergerak secara sistematis untuk memperjuangkan pengesahan perkawinan sejenis di Indonesia. Salah satu gerakkan itu, misalnya mengusung jargon indah ‘Indonesia tanpa Diskriminasi’. Gerakkan ini secara terbuka memperjuangkan pengesahan legalisasi perkawinan sesama jenis, sebagaimana di AS”.[7]
Dan syukur Alhamdulillah aplikasi tersebut sudah dicabut oleh Kementerian Kominfo.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) mengatakan, “kalau orang terlahir mempunyai kelainan, terlahir laki-laki tetapi mempunyai katakanlah jiwanya wanita, itu hak asasi manusia yang harus kita lindungi. Tetapi mempromosikan untuk mengikuti gaya hidup mereka jelas bertentangan dengan norma agama, norma psikologis, kesehatan dan sebagainya”.[8]
Dalam ajaran Islam penyaluran seksual sesama jenis merupakan dosa yang sangat dikecam, dan dinyatakan sebagai kaum yang bodoh. Al-Qur’an surat an Naml 27 [55].
أَئِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ ٥٥
"Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)".
Hamka menyebut ini dia penyakit yang sangat jahat itu. Sudah menjadi semacam penyakit. Mereka tidak lagi bersyahwat melihat tubuh perempuan, tapi telah bangkit syahwat mereka melihat tubuh sesamanya laki-laki[9].

3.      Free Sex.
Al-Qur’an surah al-Isra 17 [32]
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk
Rasul bersabda: apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya adzab Allah atas mereka sendiri (HR Tabrani dan al-Hakim).
Dalam pandangan Islam, zina adalah perbuatan kriminal kelas berat, dan kejahatan yang sangat serius, sehingga segala hal yang menjurus ke-arah zina, yang mendekati zina, wajib ditutup. Karena di mata Islam zina dipandang sebagai kejahatan serius, maka segala hal yang menjurus kepada zina, sudah semestinya tidak diizinkan. Termasuk kebebasan berekspresi yang mempromosikan perbuatan zina. Islam memandang bahwa zina adalah sumber kehancuran masyarakat, sebagaimana dijelaskan oleh al_Qur’an dan Hadits Rasulullah saw.

    C.     Tantangan Guru Kedepan.
Guru diyakini sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi nilai etika, moral dan agama. Adalah Thomas Lickona seorang professor pendidikan di Cortland University. Ia merupakan Mantan presiden Asosiasi Pendidikan Moral, anggota Dewan untuk Karakter Kemitraan Pendidikan, dan penulis delapan buku tentang pengembangan karakter, ia berbicara di seluruh dunia pada pengembangan nilai-nilai moral dan pengembangan karakter. Sebagaimana dikutip oleh Ratna Megawangi menyatakan ada 10 tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena kalau tanda-tanda itu sudah ada berarti suatu bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Adapun tanda-tanda zaman dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja,
2. Penggunaan kata-kata dalam bahasa yang memburuk.
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan.
4. meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan sex bebas sebagai biang penyakit HIV.
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
6. Menurunnya etos kerja.
7. semakin rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru.
8. Rendahnya rasa tanggungjawab.
9. Membudayanya tindakan (perilaku) tidak jujur.
10.  Adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama,[10].

Apa yang harus dilakukan jika semua hal tersebut ada pada Bangsa Kita?. Mampukah kita memberikan pengertian kepada anak didik kita tentang berbagai akibat dari peristiwa tersebut. Mampukah kita mengembalikan citra Bangsa menjadi bangsa yang maju, penuh damai, menjadikan pemimpin orang yang dipercaya dan patut dicontoh, meningkatnya etos kerja yang disertai dengan rasa tanggung jawab. Sebagai guru yang penuh loyalitas dan dedikasi yang tinggi untuk membina anak didik kita sebagai penerus bangsa dengan pembekalan yang lebih positif dan mencapai masa depan mereka lebih baik. Menghindarkan mereka dari perusakan diri dan menurunnya moral terhadap orang-orang sekitarnya.

Daniel H Pink sebagaiaman dikutip Zulfikri Anas dalam Republika “Guru Sang Pembelajar” menyebutkan masa depan (abad ke 21 menuju abad ke 22) sebagai era konseptual yang membutuhkan kemampuan high concept (berpikir tingkat tinggi) dan high touch (sentuhan tingkat tinggi. Orang yang bisa eksis di abad itu adalah mereka yang tidak lagi mengandalkan pola pikir linier karena pola piker linier hanya mampu menyelesaikan persoalan sederhana[11].

Setali tiga uang dengan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy pada acara “Porseni PGRI (21 sampai dengan 25 Agustus 2016) mengatakan bahwa tantangan guru masa depan adalah memenuhi kompetensi abad 21,
yaitu mampu berpikir kritis atau critical thinking, mampu berkomunikasi dengan baik dengan para pemangku kepentingan pendidikan melalui berbagai perangkat media. Selain itu guru juga harus mengikuti perkembangan teknologi informasi, mampu berkreasi dalam mempersiapkan materi belajar yang menyenangkan dan mampu berkolaborasi dalam proses pembelajaran. Dia juga mengatakan guru harus bisa menjadi pembelajar, mau terus belajar dan mengembangkan diri. Guru yang memiliki kemauan kuat untuk terus belajar dan berkarya akan menghasilkan generasi pembelajar sepanjang hayat yang dapat meberikan kontribusi yang terbaik bagi masyarakat di sekelilingnya. Dia berharap Indonesia menjadi bangsa yang berbudaya, cerdas, bermutu, berkarakter dan mampu meningkatkan daya saing dalam era globalisasi[12].

Memperhatikan pandangan Mendikbud dan Daniel H Pink tersebut di atas tidaklah berlebihan apabila para pemerhati pendidikan senantiasa mengarahkan perhatiannya pada persoalan guru dan keguruan. Tentang masa depan sekarang ini sebagaimana Mendikbud Muhajir Effendy, cirinya adalah ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta derasnya informasi. Oleh karena itu kualitas guru harus terus ditingkatkan. Karena pendidikan harus berorientasi pada masa depan. Hal ini pernah diungkapkan oleh Alvin Toffler “education must shift in to the future tense” (pendidikan harus berorientasi pada perubahan masa depan)[13].

Dalam sebuah hadits dikatan bahwa;
علموا أولادكم على عقولهم  فإنهم مخلوقون لزمان غير زمانكم (الحديث)
Artinya didiklah anak-anakmua sesuai dengan zamannya, karena mereka anak zaman, bukan zaman ketika kamu didik.

                   Itulah sebabnya agar guru tetap survive, maka belajar dan terus belajar untuk mengembangkan dirinya sehingga tidak tertinggal dengan kemajuan yang ada.
“Jika guru sudah berhenti belajar, sesungguhnya profesi guru itu sudah mati. Guru harus dipacu untuk memiliki semangat yang tinggi, kalau guru sudah berhenti belajar sesungguhnya profesi guru itu sudah mati”. Demikian Darmaningtiyas pemerhati pendidikan.[14].
                   Terkait tuntutan kehidupan masa depan, Deklarasi Forum Ekonomi Dunia ((WEF) dapat dijadikan salah satu rujukan. Ada 10 skills  terpenting yang menentukan kesuksesan hidup dan perlu dimiliki peserta didik, yaitu; 1). Kemampuan menyelesaikan masalah yang kompleks, 2). Berpikir kritis, 3). Kreatif mengelola sumber daya manusia, 4). Berkoordinasi dengan sesama, 5). Kecerdasan emosional, 6). Justifikasi, 7). pengambilan keputusan, 8). Berorientasi pada pemberian layanan, 9). Negosiasi, dan 10). Berpikir fleksibel.[15].

    D.    Gaji Guru.
            Sebagai ilustrasi diceritakan oleh pak A.Malik Fadjar tentang kenaikan gaji pokonya sebagai berikut;
Sebagai seorang yang lebih dari 36 tahun tetap setia menggeluti”profesi” guru, tiba-tiba saya terperangah dengan lengkingan suara anak perempuan saya yang bekerja di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasalnya, ketika itu ia sedang membaca surat pemberitahuan tentang kenaikan gaji berkala dari gaji pokok sebesar…..
Mengapa anak saya melengking?. Bukankah mestinya merasa bahagia lantaran ayah tercintanya, meningkat gaji pokoknya?. Memang begitu seharusnya. Tetapi nampaknya ia tidak percaya, bahwa ayahnya yang sudah guru besar dengan masa kerja lebih dari 36 tahun, ternyata gaji pokoknya lebih rendah dari dirinya yang bekerja di BUMN dengan masa kerja kurang dari satu tahun dan masih berstatus sebagai calon pegawai[16].
        Ada beberapa pertanyaan tentang kaitannya dengan kesejahteraan para guru di negeri tercinta Indonesia ini. Seberapa puaskah para pendidik di sektor pendidikan, mulai dari guru hingga dosen terhadap profesi mereka saat ini?. Dan berapa jumlah rata-rata gaji yang diperoleh tiap bulannya?. Apakah mereka puas dengan kondisi seperti itu?. Adalah lembaga Jobplanet.com melakukan survey sejak Aril 2015 sampai Agustus 2016.

Dalam riset ini Jobplanet menganalisis informasi gaji dari 3.473 responden yang berprofesi sebagai tenaga kerja pendidik, mereka adalah dosen, guru taman kanak-kanak (TK) guru SD, guru SMP, guru SMA, guru privat ataupun guru kursus bahasa asing.
            Lembaga-lembaga yang masuk dalam industri tersebut meliputi sekolah, universitas, perguruan tinggi, hingga lembaga-lembga kursus dan pelatihan. Beberapa faktor yang diperhitungkan dalam mengnalisis tingkat kepuasan karyawan di industri pendidikan yakni jenjang karier, gaji, tunjangan, work-life balance, budaya perusahaan serta faktor manajemen. Dari hasil riset itu terungkap bahwa gaji rata-rata yang diperoleh dosen di Indonesia adalah Rp 3.326.700 per bulan. Sementara itu, gaji rata-rata yang diperoleh guru TK adalah Rp 2.292.200 per bulan, guru SD hingga SMA sebesar Rp 2.530.350 per bulan, guru privat Rp 2.188.500 per bulan, dan guru kursus bahasa asing sebesar Rp 2.656.300 per bulan.[17].
                                    Angka tersebut menurut Kemas Antonius Chief Product Officer Jobplanet di Indonesia dihitung dari rata-rata gaji bersih yang diterima setiap bulan, dan belum termasuk bonus dan tunjangan.

                                    Masih dalam hasil penelitian ini, bahwa tingkat kepuasan yang dilakukan terhadap 6.250 pekerja di industri pendidikan yang tersebar di Indonesia dari sektor pendidikan, faktor gaji dan tunjangan mendapat penilaian paling rendah dari para karyawan, sementara faktor budaya perusahaan mendapatkan penilaian paling tinggi, namun penilaian tersebut masih cukup jauh dari angka tertinggi yakni sebesar 5,0 yang mewakili penilaian sangat puas.
                                     Menurut Andreas Tamba (Sekjen Komnas Pendidikan), penghasilan guru swasta di Indonesia masih jauh dari harapan. Rata-rata gaji guru swasta dari satu sekolah di Jakarta hanya mencapai Rp. 1,5 juta, sementara upah minimum di DKI sebesar Rp. 3 juta. Guru swasta di Ibu Kota terpaksa harus mengajar di dua sekolah, bahkan harus ditambah dengan mengajar les di luar jam sekolah. Dari dua sekolah plus les mereka bisa mendapatkan Rp. 4 juta lebih. Namun, mobilitas mereka tinggi sehingga uang sebanyak itu kemungkinan habis untuk operasional.
                                    Dengan terungkapnya hasil riset ini setidaknya dapat memberikan informasi dan wawasan kepada banyak orang mengenai industri pendidikan serta kehidupan karier bagi guru dan pendidik di Indonesia. Dan akan semakin banyak orang yang memahami dan menghargai profesi guru dan pendidik, karena bukan tanpa alasan mereka mendapat predikat sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
            Wallahu a’lam.
                                   

  


DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini, LGBT di Indonesia Perkemabngan dan Solusinya, Jakarta, INSISTS, tt,
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami. Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Sosdakarya, Cet. III, 2008.
Darmaningtyas, dalam Republika, Hari Guru Nasional, 25 September 2015, diunduh Selasa 27 September 2016, 16:14
Dyah Ratna Meta Novia dan Andi Nur Aminah, Republika online, Ini Tantangan Guru Masa Depan Versi Mendikbud, Selasa 23 Agustus 2016. Di unduh 25 Agustus 2016. 2:26 PM.
Dyah Ratna Meta Novia,Republika, 3 Mei 2016, Survei: Gaji Pendidik Belum Memuaskan.
H.A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Ed. Mustofa Syarif, Juanda Abubakar), Jakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia, 1998.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 6, Jakarta: GIP, 2015.
Home Khazanah Dunia Islam, Khofifah Ingatkan Bahaya Narkoba Menyusup ke Pesantren, Republika 20 April 2016.
Kompas Com News. Pengguna Narkoba di Kalangan Remaja Meningkat, (7 Maret 2013). Diunduh Senin 26 September 2016 pukul 19.50 WIB.
NK. Rustiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta, Bina Aksara, 1982.
Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007, hlm. 57
Rudiantara, dalam Republika Online, Pemerintah Resmi Minta Google Blokir Situs dan Aplikasi Gay, Jum’at 16 September 2016, diunduh Selasa, 27 September 2016, pukul 16:29 Wib.
Zulfikri Anas (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan Perguruan al-Iman Citayam Bogor), Guru Sang Pembelajar, Republika, Selasa 27 September 2016.
Zulfikri Anas, (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan Perguruan al-Iman, Citayam Bogor, Republika, Guru Sang Pembelajar,  Selasa 27 September 2016.



[1] NK. Rustiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta, Bina Aksara, 1982, hlm. 86
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami. Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Sosdakarya, Cet. III, 2008, hlm. 174.
[3] H.A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Ed. Mustofa Syarif, Juanda Abubakar), Jakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia, 1998, hlm. 210-111.
[4] Home Khazanah Dunia Islam, Khofifah Ingatkan Bahaya Narkoba Menyusup ke Pesantren, Republika 20 April 2016.
                                                                      
[5] Kompas Com News. Pengguna Narkoba di Kalangan Remaja Meningkat, (7 Maret 2013). Diunduh Senin 26 September 2016 pukul 19.50 WIB.
[6] Adian Husaini, LGBT di Indonesia Perkemabngan dan Solusinya, Jakarta, INSISTS, tt, hlm. 106
[7] Adian Husaini, LGBT di Indonesia Perkembangan dan Solusinya, Jakarta, INSISTS, tt, hlm, 28.
[8] Rudiantara, dalam Republika Online, Pemerintah Resmi Minta Google Blokir Situs dan Aplikasi Gay, Jum’at 16 September 2016, diunduh Selasa, 27 September 2016, pukul 16:29 Wib.
[9] Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 6, Jakarta: GIP, 2015,  hlm. 532
[10] Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007, hlm. 57
[11] Zulfikri Anas (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan Perguruan al-Iman Citayam Bogor), Guru Sang Pembelajar, Republika, Selasa 27 September 2016.
[12] Republika online, Dyah Ratna Meta Novia dan Andi Nur Aminah, Ini Tantangan Guru Masa Depan Versi Mendikbud, Selasa 23 Agustus 2016. Di unduh 25 Agustus 2016. 2:26 PM.
[13] A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, ….., hlm. 213.
[14] Darmaningtyas, dalam Republika, Hari Guru Nasional, 25 September 2015, diunduh Selasa 27 September 2016, 16:14
[15] Zulfikri Anas, (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan Perguruan al-Iman, Citayam Bogor, Republika, Guru Sang Pembelajar,  Selasa 27 September 2016.
[16] A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam Indonesia…..hlm. 210.
[17] Republika, 3 Mei 2016, Dyah Ratna Meta Novia, Survei: Gaji Pendidik Belum Memuaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar